AIPTI Sebut Pemerintah Tak Konsisten Soal Komposisi TKDN Ponsel 4G
Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) turut angkat bicara soal kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk ponsel 4G LTE. Pihaknya merasa, pemerintah tidak konsisten terhadap rencana aturan yang pernah dikeluarkannya. Sebagaimana diketahui, untuk rencana tersebut, komposisinya adalah 80 persen untuk manufaktur, dan sisanya 20 persen untuk pusat riset dan pengembangan (R&D).
Namun, kata Ketua Umum AIPTI, Ali Soebroto, pelan-pelan, rencana tersebut semakin kabur manakala Kementerian Perindustrian menyodorkan lima skema baru. Lima skema baru dari komposisi TKDN adalah 100 persen hardware, 100 persen software, 25 persen software 75 persen hardware, 75 persen software 25 persen hardware, dan 50 persen software 50 persen hardware. Hal itulah yang kemudian dianggap oleh AIPTI merugikan vendor yang telah membangun pabrik saat ini.
“Dalam perkembangannya ada perubahan dan kabur nilai TKDN-nya di mana masuk software aplikasi yang disepakati presentase tertentu. Jika semua mengadopsi cara itu maka akan diimpor utuh dan defisit akan melonjak lagi,” ujarnya yang dilansir dari Techno.id, Rabu (2/3).
Ia pun kemudian merujuk pada aturan era kabinet SBY pada tahun 2013 di mana Menteri Perdagangan Gita Wiryawan dan Menteri Perindustrian MS Hidayat menetapkan aturan 38 & 82 untuk membatasi impor ponsel 2G & 3G serta mewajibkan vendor ponsel membangun pabrik atau bekerja sama dengan pabrik ponsel EMS dalam waktu 3 tahun agar di tahun 2016 semua ponsel 3G & 2G sudah diproduksi di Indonesia.
Oleh sebab itu, pihaknya juga menginginkan hal yang sama, yakni semua ponsel 4G LTE harus dirakit di Indonesia. Artinya, semua vendor khususnya global harus membuat pabrik di Indonesia.
“Pemerintah saat ini justru cenderung memberikan kemudahan pada vendor untuk mengimpor barang jadi. Sehingga definisi TKDN untuk ponsel 4G dibuat bertambah kabur, terutama dengan munculnya lima skema tentang rancangan TKDN yang melibatkan perangkat hardware dan software,” keluhnya.
Sumber: www.merdeka.com